Usaha Mebel: 10 Tips Merintis Bisnis Mebel dari Nol

usaha mebel

Bisnis atau usaha mebel tidak pernah padam potensinya. Karena, produknya adalah kebutuhan pokok konsumen. Apakah kamu tertarik lini bisnis yang satu ini? Simak tips merintis bisnis atau usaha furniture mulai dari nol ini!

10 Tips Merintis Usaha Mebel

Kebutuhan akan furniture atau mebel, termasuk dalam kebutuhan tersier di tiap diri manusia. Karena tanpa produk tersebut, rumah hanya bisa ditempati, tapi tidak memenuhi kategori layak huni.

Dalam benak kamu, mungkin furniture atau mebel, sebatas pada meja, kursi, dan lemari. Betul? Tapi pada dasarnya, komponennya masih banyak lagi.

Karena kata mebel sendiri diambil dari kata movable, yang artinya ‘mudah digerakkan’. Sedangkan furniture diambil dari kata fournir yang artinya furnish, atau dimaknai sebegai ‘perabot rumah’ atau ruangan.

Sehingga, segala komponen yang dapat digerakkan, dan masuk dalam kategori ‘perabot rumah’, ialah produk yang bisa kamu jual.

Bisa saja kitchen set, segala kebutuhan toilet, ragam hiasan dinding maupun meja. Serta tidak terbatas di dalam ruangan, tapi juga di luar ruangan seperti meja set untuk teras, ragam pencahayaan di dalam maupun luar, serta masih banyak lagi.

Lantas, dari beragam potensi yang muncul pada banyaknya kebutuhan tersebut, bagaimana cara merintis usaha atau bisnis mebel dan furniture?


1. Menyesuaikan modal usaha

Setiap lini bisnis membutuhkan modal, dan besarannya tentu relatif, sebanding dengan skala dan tujuan bisnis itu sendiri.

Dalam konteks merintis, di lini bisnis mebel atau furniture, modal akan relatif kecil bila kamu selaku reseller, atau agen.

Dalam hal ini, kamu bertugas untuk memasarkannya saja, dan tidak serta merta terlibat di lini produksi.

Beban biaya adalah di sewa lahan usaha, karena kamu akan memajang (display), atau menyimpan (sebagai gudang, bukan display).

Sistim usahanya bisa beli-putus. Artinya, kamu beli suatu produk, dari pengerajin (produsen) langsung. Lalu menjualnya dengan selisih harga, sebagai untung.

Atau bisa berbentuk kemitraan. Artinya, kamu mencari komisi dari selisih harga, tanpa membeli produk tersebut dari produsen. Kamu berfungsi layaknya seorang marketing.

Di lain sisi, bila kamu memutuskan menjadi produsen, alias membangun ‘bengkel’ untuk membuat mebel atau furniture-mu sendiri maka modal akan butuh cukup banyak.

Karena beban biaya produksi (termasuk bahan baku, dan ongkos), belum ditambah biaya lahan yang digunakan serta SDM, akan langsung dibebankan kepadamu.

Sehingga pada poin ini, ada baiknya kamu menetapkan terlebih dahulu, ingin jadi penjual, atau produsen di lini bisnis atau usaha furniture ini.


2. Lokasi usaha mebel yang tepat

(via: Vecteezy)

Tepat, bukan melulu soal strategis. Intinya pada poin ini meliputi tiga hal yang sangat krusial, yaitu:

  • Mudah diakses, karena keluar-masuk barang atau bahan baku, pasti membutuhkan setidaknya jalur untuk kendaraan roda empat
  • Lokasi sesuai peruntukkan, dalam hal ini merujuk pada kebisingan dan limbah yang mungkin kamu hasilkan, bila kamu berupa ‘bengkel’ yang aktif produksi
    • Atau setidaknya, lokasi tersebut memang diperuntukkan sebagai daerah untuk usaha, bila kamu memutuskan sebagai penjual
  • Sebaiknya mudah dilihat, hal ini khusus bagi kamu yang memutuskan untuk mengedepankan display, alias memajang produk kamu. Agar mudah dikenali oleh calon konsumen

Kami tidak ambisius menyarankan kamu untuk mencari tempat strategis di pusat kota, atau di kawasan pertokoan yang bonafit. Karena jelas, itu akan membebani modal.

Sehingga, pastikanlah tempat usaha mebel kamu ini, sesuai dengan alokasi modal yang kamu miliki saat ini.

Kamu juga bisa manfaatkan media sosial, dan e-commerce bila kamu memutuskan sebagai penjual. Sehingga, kamu mengedepankan katalog online, sebagai display kamu. Tempat yang kamu butuhkan hanyalah gudang, bukan dikhususkan untuk display.

Maka bila disimpulkan, lokasi yang tepat ialah lokasi yang mudah diakses kendaraan roda empat, serta sesuai dengan peruntukannya dan tidak mengganggu lingkungan. Terlebih, sebaiknya mudah dilihat oleh konsumen.


3. Memahami bahan baku

Sebagai reseller, memahami bahan baku akan membantu kamu dalam menjual produkmu itu. Karena, konsumen kian hari makin cerdas dan selektif.

Beragam pertanyaan soal asal bahan tersebut, jenis kayu yang digunakan, apakah bahan tersebut tahan lama, adakah produk sejenis dengan bahan alternatif yang tersedia, dan ragam pertanyaan serupa lainnya.

Sehingga, memahami bahan baku akan membantumu dalam mendeskripsikan produk tersebut lebih baik. Semakin detail dan mendalam pemahamanmu, maka konsumen akan makin mudah menyadari kualitas dari produk itu sendiri.

Di lini produsen, memahami bahan baku wajib hukumnya, dari hulu ke hilir. Karena ini akan mempengaruhi proses produksi, dari awal hingga finishing.

Begitu pula dengan beban belanja bahan baku yang harus kamu keluarkan, selama proses produksi berlangsung.

Bahkan di bagian akhir, di masa penyimpanan ataupun distribusi, dengan mengetahui jenis bahan baku, kamu bisa membuat strategi untuk mengantisipasi risiko kerusakan.



4. Tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan

Di lini penjual, kamu membutuhkan setidaknya seorang di lini marketing atau sebagai kasir (biasanya merangkap, di penjualan online), lalu driver bila memungkin, tapi yang terpenting ialah juru angkut.

Karena proses pemindahan produk kamu, ke rumah pelanggan membutuhkan juru angkut, sedangkan konteks driver, masih bisa kamu siasati dengan jasa kargo, atau jasa angkut lainnya.

Sedangkan bila kamu sebagai produsen, konteks SDM ini sangat amat krusial dimana pekerja haruslah memiliki keterampilan pertukangan, dan olah kayu dengan beragam alat, sehingga harus teramat handal.

Maka, pada umumnya tingkat kesulitan pencarian SDM di lini produksi lebih tinggi, dibandingkan bila kamu hanya menjadi penjual saja.


5. Mengaplikasikan desain dan harga sesuai minat pasar

Baik sebagai penjual, maupun produsen, di lini desain keduanya sama, harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan minat pasar.

Misalnya, beberapa tahun ini gaya minimalis sedang ramai jadi perbincangan, dan banyak digunakan di rumah para millenials.

Maka, naif bila kamu hanya mempertahankan desain produk klasik, di tengah minat pasar yang demikian.

Sehingga, ada baiknya kamu menyesuaikan diri dengan ragam gaya yang diminati pasar belakangan ini.

Tentunya, kesemuanya itu akan berpengaruh dengan harga jual pada usaha mebel kamu. Sehingga, tidak melulu semua hal berpatokan pada dirimu. Tapi sepenuhnya harus menggunakan sudut pandanga konsumen.


6. Urus legalitas dan deklarasikan diri sebagai UMKM

Terakhir, ini penting bagi para penjual ataupun produsen di lini usaha furniture. Karena, dengan mendirikan badan usaha, atau setidaknya mengurus legalitas usaha, maka ada peluang untuk kerjasama dengan mitra lain.

Sebagai contoh, bila kamu memiliki badan usaha, maka badan usaha lain ataupun ragam instansi misalnya hotel, fasilitas pendidikan, sarana ibadah, bisa menjalin kerjasama denganmu.

Karena terkadang, badan usaha dan instansi hanya diperbolehkan (oleh aturan internal) menjalin kerja sama dengan badan usaha, dan bukan perorangan.

Terlebih, bila kamu mendaftarkan diri sebagai UMKM, kamu dapat mengurangi beban pajak yang kamu tanggung, bila sejauh ini usahama bentuknya perorangan.

Selain itu, mungkin saja kedepannya akan ada program akselerasi yang menyasar pada ragam usaha furniture di level UMKM, sehingga usaha furniture kamu bisa dapat dorongan usaha tersebut.



Penutup

Demikianlah beberapa tips terkait usaha mebel, atau usaha furniture yang bisa kami bisa bagikan padamu. Tentunya, kamu harus mencintai terlebih dahulu dunia furniture dan mebel itu sendiri. Agar bisa lebih mendalami pada proses bisnisnya. Selamat mencoba!